Islam Come's With Peace

We Are Moeslem Comunity

Pascareformasi Perbukuan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku adalah upaya nyata reformasi perbukuan.

Sejauh mana dampak reformasi buku pelajaran ini terhadap pembelajaran?

Apakah upaya Mendiknas memutus mata rantai tata niaga buku yang sebelumnya tidak sehat ini mampu ditangkap oleh pemangku pembelajaran di sekolah guna meningkatkan pelayanannya kepada siswa (paedagogical well being)?

Upaya Mendiknas melalui peluncuran buku sekolah elektronik (BSE) adalah lompatan besar di dunia pendidikan dan lebih khusus dunia perbukuan karena peluncuran BSE ini sebenarnya mampu melepas jerat yang melilit guru dari dampak perniagaan buku yang tidak sehat. Kebijakan itu pun prorakyat karena harganya menjadi terjangkau.

Salah satu pertanyaan mendasar yang cukup penting adalah bagaimana dampak diluncurkannya BSE terhadap proses pembelajaran di kelas?

Sepotong panduan terselip pada buku sistem penyelenggaraan SMP bertaraf internasional (SBI). Pada prinsip kelima pengembangan SBI disebutkan, proses pembelajaran yang properubahan adalah yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimen untuk menemukan kemungkinan baru.

Melalui workshop RSBI-SMP di Yogyakarta, Juli 2008, Hery Widiatmoko dari pusat kurikulum Depdiknas mengusung rincian (dasar) implementasi joy of discovery learning (JDL) sebagai strategi pembelajaran yang dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

JDL diharapkan mampu mengakomodasi arah pembelajaran yang benar-benar properubahan, yaitu pembelajaran yang tak bergantung buku cetak.

Pemangku pembelajaran (guru dan sekolah) sering lupa bahwa pembelajaran adalah upaya mencapai tujuan kurikulum yang belakangan terumuskan sebagai standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).

Maka, bermula dari kesadaran bahwa proses pembelajaran adalah proses pencapaian SK-KD, melalui tahapan JDL dimungkinkan sumber belajar melepaskan dirinya dari satu buku menjadi berbagai buku.

Buku tak lagi menjadi usang (dan harus membeli buku setiap awal tahun pelajaran) karena bahan-bahan yang relevan masih dapat terus dieksplorasi. Buku tak lagi terbatas pada buku teks karena semua buku yang memuat informasi yang relevan dengan KD dapat dikutip menjadi bahan pembelajaran. Sumber yang lebih luas tak terhingga adalah menjelajah sumber belajar dari dunia maya (internet based learning).

Meski demikian, bukan perkara mudah mengubah kebiasaan dalam proses pembelajaran dari pembelajaran bersandar pada buku teks kepada pembelajaran yang berdimensi pencapaian SK-KD. Sebagaimana pula tidak mudah mengubah kebiasaan siswa yang sekadar menghafal dari buku teks kepada pembelajaran.

Pada dimensi lain memang ada unsur penggunaan yang belum familier dengan keberadaan buku digital. Walaupun BSE sudah tersedia di PC atau laptop, para siswa masih cenderung membutuhkan buku dalam wujud cetak karena faktor kebiasaan. Karena itu, proses pembelajaran yang properubahan perlu didukung oleh subsistem pembelajaran yang lainnya.

0 komentar: